Infestigasi-dumai-Sudah menjadi rahasia umum di kalangan pegiat olah raga di kota Dumai bahwa Koni kota Dumai Salah Urus, mengingat dana hibah pemerintah kota Dumai untuk Koni kota Dumai, prioritas utama bukan kepada pelaku olahraga seperti atlet dan pelatih, namun lebih banyak pada kegiatan sekretariat koni.Dana Hibah yang setiap tahun hanya sekitar Rp.1 Miliar di nikmati oleh kalangan tertentu pengurus inti koni kota Dumai.Selama 4 tahun kepemimpinan koni kota dumai periode 2015-2019, di bawah nakhoda ketua koni H.Khairudin, terdapat beberapa kejanggalan.
Poin pertama, terkait Janji Palsu, di mana 4 tahun lalu, ketika menyampaikan visi misi ketika ingin mencalonkan diri ketua koni, H.Khairudin mengungkapkan, bahwa bila terpilih menjadi ketua koni sanggup menalangi memakai dana pribadi untuk keperluan koni, bila anggaran koni belum turun dari pemerintah kota Dumai.Namun, kenyataannya, selama belum turun dana hibah, pegawai koni tidak terima gaji berbulan-bulan, kendati bulan ke 5 baru di bayar gaji.Selain itu, kegiatan cabor yang mengikuti kejurda riau di luar kota, jika belum cair dana hibah, ketua enggan menalangi, hal ini menjadi kekecewaan pengcab cabor dan pelaku olah raga.
Poin kedua, Jabatan Bodong, di mana bendahara koni kota Dumai yang di jabat Amrizal, seorang pengusaha minyak di kota Dumai, sama sekali tidak pernah ikut rapat, tidak pernah berurusan keuangan dengan pengurus cabang olah raga, apalagi hadir masuk kantor.Amrizal di tuding beberapa pengurus cabang olahraga hanya numpang nama di struktur koni kota Dumai, namun yang mengelola keuangan koni kota Dumai tetap ketua koni H.Khairudin.Hal ini terbukti setiap pembayaran kepada pengurus pengcab cabor di lakukan oleh Evi, yang merupakan menantu H.Khairuddin, ketua koni kota Dumai.Untuk melapis ketidakhadiran Amrizal, H.Khairuddin membuat Surat Keputusan pengangkatan Evi sebagai juru bayar Koni Dumai.
Poin ketiga, Terima Uang Pulsa , selama menjabat, pengurus inti koni kota Dumai, ketua dan sekretaris menerima dana setiap bulan dengan alasan uang pulsa kisaran rp.500.000-1 juta.Padahal, H.Khairudin merupakan Juragan minyak di kota Dumai, punya SPBU dan Agen Minyak antar pulau.Selayaknya, dengan pekerjaan pengusaha sukses di kota Dumai, H.Khairudin dapat membantu sedikit keuntungan dari usahanya untuk atlet kota Dumai, mengangkat derajat atlet dan cabor di kota Dumai, bukan malah menikmati dana hibah APBD Dumai untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Poin ke empat, Nepotisme, mengangkat menantu sebagai juru bayar koni, dan mengangkat keponakan sebagai penjaga malam koni Dumai. Nepotisme merupakan larangan dalam penerimaan Hibah melalui APBD, aturan hukum di negara Indonesia.Seyogyanya, H.Khairudin sebagai ketua koni, lebih memprioritaskan dan mengangkat atlet prestasi yang pengangguran untuk bekerja di koni kota Dumai.Selain keponakan, ketua koni juga mempekerjakan seorang wanita di sekretariat koni, menurut informasi yang di peroleh, merupakan pacar dari keponakan yang bertugas tenaga pengamanan kantor koni. Pengangkatan pegawai di koni kota Dumai, tanpa melalui rapat pengurus koni Dumai, mungkin H.Khairudin mengganggap pengangkatan pegawai di koni merupakan hak prerogatif seorang ketua.
Ke lima,anggaran kegiatan Fantastis, anggaran perjalanan dinas keluar kota dan kegiatan panitia sangat besar.Hal ini di tandai,bahwa dalam setiap perjalanan dinas hanya di ikuti oleh ketua, sekretaris dan juru bayar. Sementara untuk honor kegiatan, misal seperti ketua panitia di bayar rp.800.000 mengalahkan honor kegiatan kepala dinas pemko dumai yang hanya rp.750.000.(ricky)