HUT ke-68 Provinsi Riau: Merajut Sejarah, Menyongsong Masa Depan

HUT ke-68 Provinsi Riau

PEKANBARU – Hari Ulang Tahun (HUT) ke-68 Provinsi Riau menjadi momentum penting untuk mengenang kembali akar sejarah yang membentuk identitas daerah. Sejarawan Riau, Prof Suwardi MS, menyampaikan pandangannya bahwa Riau bukanlah hanya wilayah administratif, melainkan tanah perjuangan yang telah memberi kontribusi besar bagi Indonesia.

“Riau ini sebenarnya negeri para pejuang. Kita punya banyak tokoh yang memperjuangkan terbentuknya Provinsi Riau. Ini bukan sejarah yang biasa-biasa saja, ini sejarah perjuangan,” katanya saat wawancara bersama Media Center Riau di Pekanbaru, Senin (4/8/2025).

Menurutnya, semangat perjuangan Riau sudah tampak jauh sebelum provinsi ini terbentuk pada tahun 1957. Satu di antara contoh nyata adalah langkah besar Sultan Syarif Kasim II dari Kesultanan Siak Sri Indrapura.

“Sultan Syarif Kasim II menyerahkan kedaulatan dan menyumbangkan hartanya, termasuk 13 juta gulden kepada Republik Indonesia pada tanggal 28 November 1945. Itu bukan sekadar bantuan saja tapi simbol dukungan dan keikhlasan untuk negara,” jelasnya.

Prof Suwardi menekankan, keputusan Sultan Syarif Kasim II untuk menyerahkan Kesultanan Siak ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah tonggak penting dalam integrasi wilayah Riau dengan republik yang baru merdeka. Langkah ini menurutnya merupakan bentuk nasionalisme sejati.

“Dukungan tersebut telah memperkuat posisi Indonesia secara diplomatik dan keuangan pascakemerdekaan. Bayangkan, pada saat itu negara kita masih dalam kondisi genting. Tapi dari tanah Riau, justru muncul sosok yang rela menyerahkan segalanya demi Indonesia,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia menyayangkan bahwa dulu Riau sempat mendapat stigma negatif sebagai “negeri smokel”. Hal itu merujuk pada aktivitas penyelundupan yang dulu terjadi di wilayah pesisir dan perbatasan. Namun menurutnya, narasi itu sudah harus dikoreksi.

“Penyebutan negeri smokel itu sudah terbantahkan. Karena faktanya, banyak sekali perjuangan dan pengorbanan rakyat kita untuk bangkit bahkan untuk menopang negara,” tegasnya.

Dengan usia 68 tahun, Provinsi Riau kini memasuki babak yang harus diisi dengan semangat membangun lebih matang. Prof Suwardi menilai, kini saatnya pemerintah dan masyarakat bersatu membentuk Riau yang kuat, bukan hanya dalam ekonomi, tetapi juga budaya dan identitas.

“Bahwa kita harus menumbuh kembangkan Riau untuk dapat bersaing secara ekonomi, budaya, dan sosial politik. Jangan pernah lupa pepatah Melayu, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung,” tuturnya penuh makna.

Ia menekankan bahwa budaya Melayu adalah akar yang mengikat Riau dengan kawasan negara serumpun. Maka dari itu, penting untuk menjaga dan mengembangkan nilai-nilai budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari maupun kebijakan daerah.

Lebih menggembirakan lagi, HUT Riau tahun ini juga dirangkai dengan gelaran Simposium Melayu Serumpun, yang akan menghadirkan delegasi budaya dari beberapa negara Melayu seperti Malaysia, Brunei, Singapura, dan lainnya.

“Alhamdulillah, kita bersyukur sekarang akan ada pertemuan budaya Melayu serumpun di Riau. Ini sebenarnya yang perlu dilakukan untuk memperkuat jaringan budaya dan identitas bersama,” ungkapnya.

Baginya, ini bukan sekadar seremoni kebudayaan. Namun, bentuk nyata upaya Riau mengambil peran sebagai poros peradaban Melayu yang moderat dan terbuka terhadap dunia global. Ia mengingatkan, sejak dulu Riau sudah disahkan sebagai pusat budaya Melayu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam sebuah peresmian di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.

“Sebenarnya budaya Melayu sudah disahkan oleh Presiden SBY di TMII sebagai sentralnya adalah Provinsi Riau. Artinya, kita punya tanggung jawab moral dan sejarah untuk menjaga warisan itu,” tegasnya.

Prof Suwardi juga mendorong generasi muda untuk tidak kehilangan jejak sejarah. Ia berharap agar pendidikan sejarah lokal bisa diperkuat, hal itu supaya anak-anak Riau tidak lupa pada siapa mereka dan dari mana mereka berasal. Menurutnya, mengenal sejarah sangat berguna memahami akar untuk melangkah lebih baik ke masa depan.

“Itulah yang saya prihatin saat ini, pelajaran sejarah menurun dari tahun-tahun sebelumnya, harusnya makin meningkat. Saya harap pemerintah bisa memasukan kurikulum budaya dan sejarah Melayu di dalam dunia pendidikan di Riau. Tapi saya sekarang mendengar ada usaha dari nasional untuk menyusun buku sejarah nasional lagi, sebenernya ini menyempurnakan dari sumber-sumber yang baru.” pungkasnya.