Dumai  

Oknum Wartawan Jangan Munafik Beritakan Gelper

Dumai- Seorang jurnalis di kota Dumai tiba-tiba tengah malam mengirim berita tentang usaha gelper di Kota Dumai. Setelah di buka berita tersebut ternyata di terbitkan lebih dari 4 media, namun masih 1 kelompok media dengan pemilik media yang bermarkas di Pasar Senggol Dumai.Pengusaha muda ini memiliki media hampir 4 media online.Namun 2 media online terdeteksi hanya memiliki 1 perusahaan media.Seharusnya, 1 media online memiliki 1 perusahaan media.Usaha Media Online lebih menjanjikan keuntungan uang yang lebih besar karena bisa mendapatkan iklan dan kerjasama berita.

Menurut catatan, group media ini telah berulangkali membuat berita tentang Gelper di kota Dumai.Pemberitaan saat ini setidaknya yang ke 4 kali, dan isi berita yang di ulang- ulang.Dari penelusuran susunan redaksi dari salah satu media online yang memberitakan gelper, Oknum pemimpin media ini di duga menerima aliran dana dari usaha Gelper di Kota Dumai.Kendati dana yang di terima tidak besar, namun hampir setiap bulan menerima.Bahkan, oknum wartawan ini di duga minta jatah uang  dari salah satu Gelper Ilegal di pinggiran Kota Dumai.

Untuk hal itu, pemilik media online tersebut perlu punya komitmen dan konsisten jika ingin merasa diri media online bersih tanpa kotor, sebutkan di tampilan media online bagian depan dan kartu pers, bahwa jangan layani wartawan media ini meminta uang dan jangan di beri uang.Jadi publik bisa tahu, oh kalau ada dari oknum wartawan media online  ini datang ke suatu tempat usaha atau instansi tertentu jangan di beri uang. Oknum wartawan jangan munafik, terima uang diam dan tidak di beri lagi beritakan Gelper.Yang pasti, usaha Gelper yang ada di pusat kota Dumai mempunyai ijin resmi dari Pemerintah Kota Dumai.Menjelang pagi, satu media online dari 4 media yang menerbitkan berita, menutup berita dan tidak tampak lagi.Tidak tahu, apa pertimbangan hanya satu media online yang menutup berita kendati satu group media dengan inti isi berita yang sama.

Oknum wartawan di Kota Dumai yang punya status tidak mempunyai gaji dari tempat dirinya bekerja pada perusahaan media online adalah selalu memberitakan hal-hal yang menurutnya usaha orang lain salah dan melanggar aturan.Hal ini tidak terlepas dari tidak bertanggung jawabnya pemilik (owner) media yang membiarkan wartawannya untuk mencari uang dengan caranya sendiri karena tidak sanggup membayar gaji wartawan.Ini sungguh sangat ironis dan riskan.

Selanjutnya, dengan mempunyai banyak media, jika membuat berita dengan objek berita yang tidak di sukai atau istilahnya “menghajar” usaha tertentu maka berita seolah akan viral dan usaha yang di beritakan akan terganggu serta pengusaha merasa tidak nyaman dengan pemberitaan. Tujuannya, agar pengusaha menghubungi atau mendekati pemilik media atau oknum wartawan yang memberitakan.Dan jika pengusaha sudah “menyerah” maka pemilik media atau oknum wartawan menekan meminta jatah stop berita dan jatah bulanan.

Bukan suatu hal yang aneh di kota Dumai, jika pemilik media bersama dengan wartawannya berkeliling naik mobil singgah ke suatu lokasi tertentu dari Dumai ke Duri meminta-minta uang.Istilahnya disebut “Raden” alias Raja Deren.Istilah Deren di sematkan kepada oknum yang suka meminta-minta uang dengan berjalan mengendarai motor dan mobil singgah ke tempat- tempat tertentu.Jika di kalangan oknum wartawan yang suka berjalan dan singgah di lokasi tertentu istilah Deren sudah cukup terkenal dan melekat.

Bahkan, ada kelompok media yang membuat surat tertulis di tujukan kepada usaha tertentu di kota Dumai dengan isi surat permohonan bantuan atau atensi bulanan media.Salinan Surat mengatasnamakan Sekretariat Bersama Tim Media (Unit Reaksi Cepat Pemburu Berita) dengan 10 daftar nama media.(rh)